Thursday, June 25, 2020

Salam Bijak

June 25, 2020 2


"Huh, kapan bisa ngerevisi bab IV kakak kalau dosennya lama ngasih kabar. Kalau nggak ada revisi, sih, nggak apa-apa. Kirim bab IV padahal udah dari kapan tahu. Sampe sekarang belum ada kabarnya."

Saya mah cuma bisa mendegarkan curhatan kegalauan kakak. Mau komentar juga bingung. Kurang mengerti juga Kebijakan pendidikan bimbingan skripsi selama masa pandemi begini (langsung browsing cari tahu). Paling cuma sesekali aja menimpali ucapan kakak. Biar ada perhatian buat kakak kalau mamaknya beneran mendengarkan curhatannya.

"Emangnya dosen kakak nggak kirim revisian kayak mamah dikirim revisian sama editor, gitu? Itu, lho, Kak. Yang tulisannya diwarnain trus ada kolom komentarnya gitu." Gaya mamak menjelaskan udah kayak penulis profesional betulan dan agak sotoy.

"Iya, harusnya emang kayak gitu. Tapi dosen yang ini udah agak tua, gaptek pula. Jadi kirim revisiannya pake wa. Itu juga lama banget ngirimnya."

"Trus, kakak gimana, dong? Tetep nunggu respon dosen pembimbing sampe dapet baru lanjut bab berikutnya?"

"Nggaklah, Mah. Kakak mah terus aja nulis bab berikutnya. Jadi ntar tinggal kirim dan tunggu revisiannya."

Memang yah, belajar dari rumah ada plus minusnya. Plusnya anak jadi dekat dengan orang tua, bisa lebih akrab dan yang jelas bisa tahu kemampuan belajar anak. Minusnya anak jadi kurang bersosialisasi. Belum lagi belajar tatap muka masih dianggap paling tokcer untuk menyampaikan ilmu. Jadi ada interaksi antar guru dan murid gitu.

Tapi itu buat mamak-mamak yang punya anak usia Sekolah Dasar sampai menengah. Buat mamak yang punya anak kuliahan mah nggak terlalu ngaruh. Orang anaknya sudah belajar sendiri. Palingan mamaknya diminta untuk jadi pendengar susunan kalimat doangan.

Untungnya kakak tinggal menyusun skripsi aja. Alhamdulillahnya juga semester delapan diperpanjang sampai September karena dampak pandemi ini. Semoga kakak bisa mencapai target sidang bulan Juli ini. Jadi kepala mamak bisa santai nggak  pusing mikir biaya semesterannya. Aamiiin.

Kebijakan Pendidikan



Eh, iya, tgl 19 Juni kemarin Kemendikbud mengeluarkan empat kebijakan buat perguruan tinggi, lho. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan garis besarnya berisi tentang keringanan biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) bagi keluarga yang terdampak Covid-19.
Sedikit lega kan para orang tua sejagad Indonesia dengan kebijakan ini.

Sayang, seandainya saja pihak PTN dapat memenuhi permintaan para mahasiswa yang juga merupakan salah satu kebijakan dari Kemendikbud tentang bantuan infrastruktur yaitu bantuan dana untuk jaringan internet dan pulsa. Pastinya mamak akan lebih bahagia, karena bisa melakukan perpindahan alokasi dana internet atau pulsa untuk beli ikan dan sayuran heuheu. Tapi ya sudahlah, kebijakan ini kan tergantung dari kemampuan si PTNnya. Keringanan pembayaran UKT yang bisa dicicil juga sudah meringankan, kok.

Apalagi pemerintah juga memberi bantuan pada mahasiswa PTS sebanyak 410.000 yang terdampak Covid-19 ini. Lumayanlah ya. Semoga bisa bertambah jumlah mahasiswa yang dapat bantuan. Aamiiin.

Akhir dari tulisan ini adalah, sebuah harapan dari seorang mamak. Semoga pandemi ini segera berlalu. Semua aktifitas kembali normal. Suami kerja seperti biasa, mengurus anak-anak les. Kakak juga bisa bolak-balik kampus dan perpustakaan tanpa harus takut dengan makhluk kecil yang namanya Corona. Aamiiin (yang kompak, pleasee)


Sumber bacaan:
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/06/kemendikbud-luncurkan-tiga-kebijakan-dukung-mahasiswa-dan-sekolah-terdampak-covid19

https://www.kompas.com/edu/read/2020/06/22/092710671/ini-4-kebijakan-dan-5-keringanan-untuk-mahasiswa-dari-mendikbud-nadiem?page=all#page2











Wednesday, June 10, 2020

Sumber Keuangan Kedua

June 10, 2020 6

Foto: status wa mamak hari ini

New Normal? Mungkin buat sebagian orang yang karyawan, pegawai, buruh, atau pekerja lainnya. New normal berarti kembali beraktifitas mencari nafkah. Alhamdulillah, itu pertanda kehidupan perekonomian kita mulai tertata kembali. Artinya, bisa menabung lagi, bisa bikin rencana piknik lagi, bisa bikin rencana menonton di bioskop lagi, bisa bikin rencana ngemol lagi. Judulnya bisa ngelakuin semua aktifitas seperti sebelum ada pandemik. Tapi, dengan syarat mengikuti protokol kesehatan.

Alhamdu... lillah.

Tapi, boleh dong sedih dikit diatas kegalauan emak-emak yang punya anak usia sekolah. Secara Paksu kan kerjanya di Lembaga Bahasa alias tempat kursus yang pengguna jasanya adalah mayoritas anak sekolah. Jadi, asap dapur belum sepenuhnya normal. Apalagi pemerintah Jabar ada wacana demi melindungi para pelajar dari virus covid ini. Maka sekolah direncanakan dimulai tahun 2021. Duh, mental mamak kudu dilebihin lagi, nih. Tadinya kan cuma sampai Agustus buat menghadapi situasi kayak gini (sambil liat saldo tabungan).

Berdasarkan situasi dan kondisi seperti inilah. Maka sebagai pasangan suami-istri kudu kompak mencari jalan keluar dari masalah pandemik yang belum jelas ini.

I: Pah, mau jualan keripik, nih.

S: Kan, papah mau buka usaha juga. Kamu bantuin usaha papah aja. Jadi marketing, ngiklan di medsos, cari-cari pelanggan gitu.

I: Itu mah kan usahanya papah. Kagak ngarti. Mana harus PO dulu. Bayarannya juga nggak langsung. Udah gitu Kudu belajar produknya dulu. Kan belum familiar. Kalau jualan keripik, kan, langsung jualan. Langsung jadi duit. Bisa buat makan, deh.

S: Udah fokus di usaha papah dulu aja.

Mamak diem aja. Secara kalau jualan kan harus sesuai passion. Tapi itu dulu waktu keadaan normal. Bisa ngejalanin apa yang dimau. Sekarang? Sepertinya passion harus disingkirkan dulu. Kalau bukan istri yang mendukung usaha suami. Masa istri orang? Eeh, amit-amit, deh.

S: Gimana?

Mamak tetap diam, belum menjawab. Tapi sepertinya Paksu menanggap diam adalah pertanda setuju. Sedang dalam hati mamak, tetap mikirin logo dan nama brand untuk usaha keripiknya. Kalau bisa dijalanin dua-duanya kenapa, nggak. Stt, jangan bilang-bilang Paksu dulu, yak.



Friday, June 5, 2020

Sempro

June 05, 2020 6

Foto di atas diambil tanggal 8 Mei bulan lalu. Tapi baru mau diceritain hari ini. Maklumlah ziboek urusan dapur, sumur, kamar yang tak jemu-jemu, heuheu. 

Jadi begini, kakak tuh udah dua bulan kuliahnya wajib libur karena covid-19. Padahal dia lagi nyusun skripsi. Kalau zaman mamaknya kuliah, sebelum nulis skripsi kan, cuma mengajukan proposal, acc, langsung lanjut, deh, sampe kelar.

Tapi zaman kakak sekarang, buat menulis skripsi itu, kudu ngerjain bab 1 sampai bab 3. Eits, kelihatannya lebih gampang, atau nggak, harusnya lebih cepat, ya nggak, sih?  Kan, nggak ngajuin proposal untuk dapat persetujuan dosen pembimbingnya sebagai awal ngerjain skripsi. 

Eh, ternyata dugaan mamaknya salah. Kakak tuh, ngerjain skripsinya memang langsung tiga bab. Tapi setelah tiga bab selesai, dia harus sidang proposal (Sempro). Ealah, jadi kalau hasil sidangnya, proposal yang udah tiga bab itu nggak dapat persetujuan. Berarti harus buat baru lagi. Atau nggak, kalau ada perbaikan, kudu dibongkar. Lebih pusing ternyata. 

Sehari sebelum Sempro daring via zoom meeting. Kakak udah pasang kertas di sisi pintu bagian luar kamarnya. Ditulis dengan huruf berukuran besar diatas kertas putih. Kalimat diatas kertas itu bertuliskan, "Dilarang Masuk Kamar Kakak sampai jam 13.00. Dikarenakan akan melakukan simulasi Sempro." Dan tulisan tersebut mamak baca setelah sholat subuh. Pantas aja kakak mandi pagi-pagi. Ternyata mau gladiresik (itu bahasa gampang mamak dibanding simulasi) heuheu. 

Kenapa kakak perlu menempel kertas pemberitahuan di pintu kamar bagian luar? Hal tersebut dilakukan karena mamaknya suka masuk kamar dia tanpa mengetuk pintu dulu #janganditiru heuheu. Ini kebiasaan mamak yang sedang diusahakan untuk diubah. Jadi, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ditempelah kertas di luar pintu kamar kakak.

***
Besok paginya, kertas putih bertuliskan seperti foto diatas tertempel di pintu bagian luar kamar kakak. Kali ini kakak minta doa restu mamak dan bapake. Dia juga telpon bapak dan ibu mamak dan bapake. Minta doa supaya dilancarkan dan dimudahkan Sempronya.

Besok paginya kalau nggak salah kakak baru cerita tentang Sempronya.

M: Gimana Sempronya, Kak?

Mamak nggak sabar nunggu cerita kakak. Jadi nanya duluan, deh. Abis anaknya anteng bae. Mamaknya yang stress. Penasaran sama hasil Sempronya. Secara kakak menulis tiga bab aja sampe susah payah. Tidur kurang, belum lagi muka lecek kebanyakkan cari sumber bacaan.

K: Alhamdulillah, Mak. Kakak dapet A. 

Wuah, anak mamak tuh, bukan anak bapake. 

K: Tahu nggak, Mak? Temen kakak yang sidangnya barengan kemaren. Dia kan, buat skripsinya cuma pake satu variabel. Trus, hasil sidangnya, dia harus tambahin variabel paling sedikit dua variabel lagi. 

M: Wah, kudu dibongkar dong itu mah skripsinya.

K: Iya, kudu nulis ulang. Kebayang deh, kakak mah kalau nulis ulang. 

M: Kalau kakak, ada revisi juga? 

K: Ada. Alhamdulillah, diminta revisi kata pengantar aja. 

M: Alhamdulillah. Berarti sekarang tinggal lanjut bab empat dong, yak. 

K: Doain ya, Mak. Biar bisa di wisuda Bulan Desember. 

M: Iya, insha Allah dikabul doa kita ya, Kak. 

#ODOP
#Squadbloggerodop