Thursday, July 30, 2020

Hati yang Berkurban

July 30, 2020 0
Kali ini mau ngobrol sama diri sendiri aja, deh. Suami lagi nggak asik buat diajak ngobrol. Padahal baru ngasih intro obrolan. Belum juga masuk ke inti obrolan. Tanggepannya cuma, "hmm." Malesin, kan?

Mungkin bisa jadi tema yang mau diobrolin nggak menarik. Atau bisa jadi lagi sibuk karena WFH (work from home). Argh, nggak tahu, deh. Soalnya dia pegang gawai terus. Nggak tahu deh apa yang lagi dilihat. Judulnya nggak asik!

Padahal aku tuh pingin tanya pendapatnya seandainya aku seorang Hajar. Ah, sudahlah. Mari kita bahas sendiri aja.

Hajar, nama lengkapnya Siti Hajar. Perempuan hebat dan keren. Kayaknya lebih dari hebat dan keren, deh. Yang jelas Siti Hajar adalah perempuan yang luar biasa sabar dan mulia. Salut aku tuh sama beliau.

Bayangkan andai kau seorang Hajar dimana engkau dicemburui ketika baru saja mempunyai anak. Lalu engkau diminta pergi menjauh dari suami. Padahal, waktu menikahi suaminya itu, istri pertamalah yang meminta. Duh, sakit hati kali ya kalau digituin.

Nggak tanggung-tanggung lagi diminta perginya. Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan bayi Nabi Ismail yang masih menyusui ke Mekkah. Waktu itu mereka menempuh perjalanan dari Syam ke Mekkah dengan berjalan kaki selama kurang lebih satu bulan. Duh, gimana coba kalau engkau yang alami hal tersebut.

Siti Hajar memang istri pilihan Allah melalui Siti Sarah. Kesabaran luar biasanya pun ditunjukkan ketika beliau bertanya kepada suaminya Nabi Ibrahim ketika akan meninggalkan dirinya di kota yang nantinya akan menjadi kota suci Mekkah.

Hajar mengikuti Nabi Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim! Kemana engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun di sini?” Hajar mengucapkan kata-katanya berulang kali, namun Nabi Ibrahim tidak juga menolehnya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah Allâh yang memerintahkan hal ini kepadamu?” Nabi Ibrahim menjawab, “Benar.” Hajar menimpali, “Kalau begitu, Allâh tidak akan menyia-nyiakan kami.” kemudian Hajar kembali ke tempat semula.

Duh, asli sedih banget ditinggal begitu aja oleh suami tercinta. Dan ketika jawaban Nabi Ibrahim karena perintah Allah. Siti Hajar langsung ikhlas dan tidak ada bantahan lagi. Ini yang namanya cinta karena Allah. Huhu, pingin bisa seperti Siti Hajar. Cinta kepada Allah adalah diatas segalanya

Siti Hajar yakin kalau karena perintah Allah. Berarti hidupnya dan anaknya Nabi Ismail pasti bakal dijamin oleh Allah. Padahal, Mekkah saat itu masih padang tandus tanpa air setetes pun.

Kesusahan Siti Hajar berbuah manis. Mekkah menjadi sebuah  kota yang makmur karena adanya air zam-zam. Sang suami Nabi Ibrahim pun sesekali datang menjenguk beliau dan anaknya.

Benar-benar kagum dengan akhlak mulia Siti Hajar. Jarang ditengok oleh ayahnya, Nabi Ismail tidak pernah membenci ayahnya. Bahkan Nabi Ismail begitu menyayangi ayahnya. Sampai-sampai Nabi Ismail meminta ayahnya untuk menjalankan perintah Allah untuk menyembelihnya. Padahal perintah Allah itu disampaikan lewat mimpi. Gimana kalau aku adalah Ismail, ya? Sepertinya ku tak sanggup menghadapi semua cobaan yang dihadapi Nabi Ismail.

Sungguh tulisan ini diambil dari berbagai sumber. Kalau tidak ada tema ini, mungkin pengetahuan tentang mulianya Siti Hajar nggak akan sedalam ini. Meski Siti Hajar adalah seorang budak yang kemudian diminta untuk menjadi istri kedua Nabi Ibrahim atas permintaan Siti Sarah. Tetap Siti Hajar tidak besar kepala. Terlebih ketika Siti Sarah cemburu. Siti Hajar rela pergi menjauh. Mulianya Siti Hajar. Nggak bisa berkata-kata lagi akutuh.

Semoga aku dan teman-teman sesama perempuan dapat mengambil pelajaran dari kisah cinta dan kesetiannya pada Allah SWT.


Referensi: 
https://almanhaj.or.id/9814-nabi-ibrahim-alaihissalam-hijrah-ke-mekkah-dan-membangun-kabah.html

Tuesday, July 21, 2020

Tembakan yang Menjadi Awal Kebahagiaan

July 21, 2020 0
Foto: picsArt

Kalau ditanya kenangan terindah yang tidak terlupakan, pastinya banyak banget. Susah untuk memilihnya. Sebut saja kenangan pernah mempunyai anak kedua, kenangan ketika masih bekerja, kenangan mempunyai teman dekat, kenangan cinta monyet, kenangan "ditembak" mantan pacar, dan kayaknya masih banyak lagi.

Dari kenangan yang banyak itu. Saya mah mau berbagi cerita kenangan yang indah aja. Kalau kenangan sedih suka nggak kuat menulisnya. Tapi yang jelas semua kenangan adalah pengalaman berharga. Nggak bisa diulang tapi bisa jadi pelajaran hidup untuk mengambil langkah.

Tahu nggak, kalau ngobrol kenangan sama suami, pada zaman muda dulu. Berasa sedang memupuk keromantisan berumah tangga. Saling ledek, saling cubit (mesra), saling tinju (mesra), terus kita tertawa bareng. Ingat masa lalu yang konyol. Bisa jadi bahan tertawaan kakak ini, sih, haha.

Kayak gini ini obrolan kami #tutupmuka

P: Inget nggak waktu gua bilang siapa idola gua?

S: Nggak

Duh, kalau ditanya gini suka malu sendiri. Jawaban "nggak" yang dikasih itu pertanda ngeles. Pertanda saya nggak mau bahas tentang yang bikin malu dan ingat hal lebay kayak macam cinta monyet ala sinetron.

P: Bener nggak inget?

Dih, dia malah tanya lagi. Diam aja, ah, nggak usah dijawab. Lagian buat apa juga tanya. Hal penting kayak begitu pastinya nggak bakal dilupa.

Hari itu hari Jumat, tanggal 20 September 1991. Kami pulang bareng. Tepatnya dia mengantar pulang saya dengan naik elf. Kalau belum tahu elf boleh dah dicari tahu.

Elf itu kendaraan roda empat antar kota. Kapasitas penumpangnya lebih banyak dari angkot tapi lebih sedikit dibanding bus tiga perempat.

Dikasih lihat deh bentukan kendaraanya. Biar teman-teman nggak usah ngeluarin kuota lagi heuheu (ngaruh, nggak?)

Turun dari elf, kami menyusuri jalan kecil. Kira-kira sepuluh menit berjalan kaki untuk sampai dirumah. Tapi kayaknya nggak butuh sepuluh menit untuk tahu apa yang bakal diutarakan dia, deh.

Ditengah perjalanan mulai deh dia ngomong. Saya mah ceritanya cuek bebek gitu. Pura-pura acuh tapi kepo abis heuheu.

"Lo kan idola gua disekolah."

Deg, ya ampun asli seneng banget dengernya waktu itu. Berarti selama ini saya bukan punduk merindukan bulan. Secara gosip sebelumnya kan, ada yang bilang kalau dia itu naksir temen saya yang lain.

Nah, dari hari Jumat itulah, menjelang kelulusan kami jadian. Kurang lebih cuma enam bulanan kami merasakan jalan bareng. Setelah itu saya mah kuliah di Bandung, sedang dia di Jakarta.

LDR an ceritanya, selama empat tahunan gitu. Nggak lama dari selesai kuliah, kami nikah deh.

P: Mah, bener nggak inget?

S: Tahu ah, gelap. Mau tidur aja.






Saturday, July 11, 2020

Cinta yang Tak Pernah Bertepuk Sebelah Tangan

July 11, 2020 0
Perkenalanku tidak sengaja dengannya. Kalau melihat keadaan keluargaku, mana bisa aku mengenalnya kalau tidak lewat mak comblang. Mereka kan kalangan atas. Hanya dapat disentuh oleh strata tinggi.

Senang bukan alang kepalang ketika aku tenggelam dalam huruf-huruf yang terangkai indah. Terlebih bila disertai gambar menarik yang berwarna-warni. Dari awal mula itulah aku menyukai mereka.

Ketika menginjak sekolah pertama aku bertemu kembali dengannya. Bila sebelumnya aku bergaul dengan mereka kalau liburan sekolah tiba. Di sekolah pertama ini aku dapat bertemu mereka kapan saja aku mau. Serasa memiliki dunia baru.

Dan dunia baru itu pun berlanjut hingga sekarang. Bahkan aku dapat menciptakan dunia tersebut di rumah. Mereka berbaris rapi di rak. Ada rasa bangga karena dapat memiliki mereka.

Duniaku bertambah luas ketika era digital hadir. Aku dapat menikmati mereka dengan mudah tanpa perlu memiliki secara fisik. Aku makin tenggelam didalamnya.

Bila awal perkenalan aku mengenal Sleeping Beauty, Bobo, Tintin, Asterix, Mimin, Si Kuncung, dan lainnya yang tidak kuingat. Maka di sekolah pertama aku mengenal Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Layar Terkembang, dan Tom Sawyer.

Sepertinya di sekolah pertama itulah aku mencintai dunia sastra. Meski mereka yang berisi tentang petualangan seperti Lima Sekawan, Trio Detektif, atau Malory Towers adalah hal yang kusuka seperti halnya sastra.

Aku percaya bahwa setiap mereka yang aku baca. Pasti meninggalkan kesan yang berbeda. Karena mereka mempunyai ciri khas masing-masing.

Dari sekian banyak penulis buku, terus terang aku sukar untuk memilihnya. Mungkin saat ini Ahmad Tohari menempati posisi teratas. Entah esok atau lusa apakah ia masih berada diposisi teratas atau tidak.

Apakah tulisan beliau menjadikannya buku favorit? Bisa jadi. Untuk sementara.

Dari buku Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dan Bekisar Merah. Aku menyukai Ronggeng Dukuh Paruk. Padahal mereka sudah kubaca kurang lebih dua tahun yang lalu.

Meski yang kuingat tidak banyak. Tapi nasib tragis tokoh utama perempuan bernama Srintil cukup meninggalkan kesan iba yang dapat kurasa. Terlebih deskripsi alam diceritakan sangat detail oleh sang penulis buku. Seperti dukuh dimana Srintil tinggal, asal-usul ia bisa menjadi ronggeng, kandasnya cinta karena tidak tersampaikan, tobatnya Srintil ingin berhenti menjadi ronggeng, sampai akhinya semua tidak sesuai harapan. Ia pun berakhir di rumah sakit jiwa. 








Friday, July 3, 2020

Mitos?

July 03, 2020 0


Foto: sgold-berjangka.com

"Pah, masih inget nggak pertama kali nemenin gue ngelahirin kakak?"

"Gue mah ingetnya pas xxxx nya doang,"
Jawabnya lempeng (sensor).

Awal percakapan yang bikin males buat nerusinnya. Mau ngorek cerita pengalaman dia waktu nemenin gue ngelahirin nguap begitu aja berbarengan sama mangapnya mulut gue yang sengaja nguap bukan karena ngantuk.

Fine! Akhirnya gue diem aja, dong. Siapa juga butuh dia cerita.

"Gue tuh waktu itu, sebelum ngubur ari-ari kakak. Gue cuci dulu sampe darahnya nggak ada lagi. Bersih... sih, tuntas, sebelum akhirnya dimasukkin kedalem mangkok tanah liat trus ditutup, trus dikubur di halaman rumah ibu lo."

Tuh, kan, dia akhirnya cerita sendiri. Gue jangan pasang muka jutek, sinis, atau cuek. Awal percakapan yang bikin kesel dihempas jauh. Biar ceritanya mengalir, wajah gue harus terlihat manis dan sesekali merespon ceritanya. Kan kalau jadi pendengar yang baik, yang cerita juga bakal merasa dihargai.

"Oo jadi yang paling diinget pengalaman istri melahirkan ternyata nguburin ari-arinya."

Begitulah kira-kira celetukan ringan sebagai respon atas cerita yang baru dimulainya.

"Malah nih, ya. Ibu lo nyuruh gue buat nambahin gunting, benang, jarum, ke dalam mangkok ari-ari kakak."

"Lah? Buat apaan, yak?"

"Katanya biar kakak pinter jait dan jadi calon ibu yang baik."

"Mitos itu mah."

"Lah, lo kira mitos ibu hamil aja yang ada. Mitos setelah ngelahirin juga ada. Itu ibu lo yang ngajarin. Segala ari-ari dikubur pake bumbu dapur, kuburan ari-ari dikurungin terus dipakein lampu.

"Padahal mah di agama cuma diminta dikubur doangan. Kalau misalnya dipakein lampu bertujuan supaya tuh ari-ari kagak diacak-acak sama ayam ato kucing, fine-fine aja. Lah ini, katanya biar ntar kakak gede jalannya terang. Bujug daaah.

"Dari Aisyah RA Nabi Muhammad SAW bersabda:

كان يأمر بدفن سبعة أشياء من الإنسان الشعر والظفر والدم والحيضة والسن والعلقة والمشيمة

Artinya: Nabi shallallahu 'alaihi sallam memeritahkan untuk mengubur tujuh hal potongan badan manusia: rambut, kuku, darah, haid, gigi, gumpalan darah, dan ari-ari."

Sambil nyodorin hapenya, nunjukin kalimat hadist di atas. 

Hadewh, bahas pengalaman istri melahirkan aja yang dikencengin malah bahas ari-ari. 

Udah dah, mendingan udahan aja dah ngobrolnya. 

Trus, gue berdiri dari kursi, ngeloyor ke dapur. Minum es kayaknya enak, nih. 

Adeeeem. 


Sumber bacaan: